Rabu, 30 Desember 2009

Ternyata, Panglima Itu Adalah Sebuah Kata

oleh Bambang Priono

A. KERAJAAN SANG PANGLIMA
Panglima, Panglima, Panglima,,,...
Betapa Sang Panglima dikagumi, betapa Sang Panglima dihormati, betapa Sang Panglima disegani. Namun, setelah Sang Panglima tidak terlihat lagi sebagai sosok yang dikagumi, sosok yang dihormati, sosok yang disegani, Panglima hanya akan tinggal nama “Panglima” belaka, tanpa diketahui apa yang pantas untuk dikagumi, dihormati dan disegani. Sang Panglima sudah kehilangan taringnya, tanpa dapat berbuat apa-apa dihadapan pasukannya.

Sang Panglima, telah membangun pasukannya, untuk mempertahankan keberadaannya dari mereka yang senantiasa ingin menghancurkan Sang Panglima, tetapi pasukan-pasukannya sudah tidak dapat lagi mengemban amanah, mereka telah lalai dengan kesatuan-kesatuan yang telah terbentuk, mereka telah sibuk berkecimpung dalam kesatuan-kesatuan pasukan, tanpa dapat mengerti lagi apa sebenarnya visi dan misi Sang Panglima dalam membangun pasukan-pasukan tersebut, pasukan-pasukan sudah tidak dapat mengenali seperti apa sebenarnya sosok Sang Panglima, para pasukan hanya mengerti “Panglima” tanpa mengetahui seperti apa sosok Sang Panglima sebenarnya, siapakah Sang Panglima bagi para prajurit. Bahkan para pasukan saling menghancurkan antara satu kesatuan dan kesatuan lainnya, para pasukan saling menghujam antara satu prajurit dan prajurit lainnya.

Sang Panglima telah acap kali mensosialisasikan visi dan misi dari pembentukan para pasukan, tapi karena ulah dari pimpinan kesatuan pasukan yang sembrono, yang tidak dapat menghayati visi dan misi Sang Panglima, maka pimpinan kesatuan hanya akan menjadi sosok yang tidak dapat diharapkan dalam mengemban amanah Sang Panglima, pimpinan kesatuan sudah tidak dapat lagi mengarahkan para pasukan pada visi dan misi pembentukannya semula. Para pasukan akan menjadi gamblang akan tujuan keberadaan mereka dihadapan Sang Panglima, para pasukan akan semakin tidak mengenali sosok dari Panglima mereka yang sebenarnya.

Sang Panglima telah membuat beberapa surat-surat yang ditujukan kepada pasukannya, surat yang berisi tugas-tugas yang harus dijalani oleh para pasukan, tetapi karena perbedaan pandangan dari para pasukan dalam memaknai surat tersebut, maka para pasukan akan mencari kesalahan-kesalahan dari Sang Panglima dalam pembentukan surat tersebut, para pasukan akan menganggap bahwa surat tersebut tiada berbobot sama sekali karena terdapat banyak kekurangannya, para pasukan bahkan merasa terpaksa menjalankan perintah Sang Panglima yang pada dasarnya pelaksaan perintah tersebut bertentangan dengan pandangan para pasukan. Kekecewaan yang terakumulasi ini hanya akan membuat para pasukan memendam amarah kepada Sang Panglima, maka satu persatu para pasukan mulai mangkir terhadap perintah Sang Panglima bahkan lama kelamaan para pasukan dapat merasakan bahwa terpaksa menjalankan perintah yang pada dasarnya hanya akan membawa para pasukan ke dalam kesia-siaan belaka. Para pasukan hanya akan menganggap Sang Panglima hanya sebagai sosok yang memberi kesulitan kepada mereka, Sang Panglima hanya menghambat kreatifitas para pasukan dalam pengembangan ide kreatif yang dimilikinya.

B. PANGLIMA ATAU “PANGLIMA”
Para prajurit tidak dapat menemukan makna dari lampiran-lampiran yang disertakan dalam surat perintah Sang Panglima. Para prajurit menganggap bahwa lampiran yang disertakan mengakibatkan perbedaan pandangan antar prajurit, malah membuat prajurit menjadi gamang akan isi dari surat perintah yang sebenarnya, prajurit menjadi berseteru antara satu dan lainnya dalam memaknai surat lampiran dan surat perintah yang diterima dari Sang Panglima.

Para prajurit menganggap bahwa surat perintah dari Sang Panglima dan lampiran yang disertakan tidak sesuai lagi dengan keadaan lapangan yang mereka hadapi. Para prajurit hanya menjalankan perintah Sang Panglima dengan mengurangi beberapa bagian pada rangkaian perintah yang ada, sehingga para prajurit tidak dapat merasakan apa tujuan diterbitkannya surat perintah tersebut, para prajurit tidak dapat mendalami makna dari perintah yang diberikan. Pada dasarnya, Sang Panglima mengeluarkan surat perintah yang disertai dengan lampiran, dapat diterapkan dalam segala medan, dapat diterapkan disetiap waktunya. Tetapi, karena para prajurit yang telah diam-diam mangkir dengan perintah yang diberikan sehingga membangun pemikirannya sendiri, para prajurit secara perlahan membuat jalannya sendiri, sehingga para prajurit akan membuat ketentuan sendiri dalam perintah yang diberikan, bahkan membuat lampiran tambahan atau akan membuat perintah untuk dirinya sendiri. Para prajurit yang telah jauh menyimpang dari perintah Sang Panglima semula akan semakin jauh terperosok dalam dunianya sendiri, semakin jauh dari perintah yang ada, sehingga semakin sulit pula untuk melihat bagaimana sosok yang telah menerbitkan surat perintah kepadanya, semakin sulit untuk melihat bagaimana sosok dari Sang Panglima yang telah memprakarsai pembentukan para prajurit.

Para prajurit dapat merasakan keberadaan Sang Panglima bila prajurit dapat melihat dan merasakan pergerakan yang telah dilakukan Sang Panglima, para prajurit akan semakin meyakini dan memaknai keberadaan dari Sang Panglima bila dapat melihat dan merasakan Sang Panglima dapat melakukan pergerakan dan menjadi penggerak dalam suatu tugas tertentu. Bila para prajurit tidak dapat merasakan semua itu, maka para prajurit hanya akan dapat mengenali nama “Sang Panglima” katimbang siapa itu Sang Panglima sebenarnya.

Para prajurit dapat menghayati keberadaan Sang Panglima bila prajurit dapat mengetahui alasan kuat mengapa muncul Sang Panglima. Para prajurit akan lebih mengenali siapa sebenarnya sosok dari Sang Panglima bila dapat mengetahui sebab musabab kehadiran Sang Panglima di tengah-tengah para prajurit. Bila para prajurit tidak dapat mengetahui sebab musabab munculnya Sang Panglima, bagaimana para prajurit dapat mengerti bagaimana sebenarnya sosok Panglima mereka, mereka hanya mengetahui nama “Sang Panglima” tanpa mengetahui siapa sosok dibalik nama tersebut.
Para prajurit dapat mengetahui sosok dibalik nama “Sang Panglima” bila para prajurit dapat mengetahui kemungkinan dari Panglima itu memang ada, para prajurit tidak hanya menerka dan membayangkan dari sosok Sang Panglima, tetapi para prajurit dapat mengerti bahwa Sang Panglima memang ada. Para prajurit dapat mengerti sosok Sang Panglima bila para prajurit dapat merasakan peran dari Sang Panglima bagi mereka. Para prajurit dapat mengenali sosok Sang Panglima bila Sang Panglima dianggap dapat menjadi penolong bagi para prajurit bila sedang mengalami kesukaran, para prajurit dapat menempatkan Sang Panglima sebagai sosok yang pantas untuk tempat mengadu dalam menemukan jalan keluar dari setiap kendala lapangan yang dihadapi. Bila para prajurit sudah tidak dapat mengetahui bagaimana kemungkinan keberadaan Sang Panglima, sudah tidak dapat menempatkan Sang Panglima sebagai sosok yang dapat memberi pertolongan, maka para prajurit hanya akan dapat mengetahui nama “Sang Panglima”, tanpa dapat menghayati siapa sosok dibalik nama itu.

Para prajurit dapat mengagumi sosok dibalik nama “Panglima” bila para prajurit dapat menempatkan Sang Panglima sebagai sosok yang sempurna dimata mereka. Bila para prajurit dapat menemukan kelebihan dan kekurangan yang ada diantara sesama prajurit, itu merupakan suatu kewajaran, karena mereka merasa berada dibawah komando Sang Panglima, yang mengayomi para prajurit. Bila para prajurit tidak dapat lagi menemukan kesempurnaan dari Sang Panglima, karena para prajurit telah merasa menyimpulkan ada kekurangan pada sosok Sang Panglima yang merupakan hasil dari keleluasaan daya pikir para prajurit, maka para prajurit tidak dapat lagi menempatkan sosok Sang Panglima sebagai sosok yang sempurna dimata para prajurit.

Para prajurit dapat mengetahui sosok dibalik nama “Panglima” bila para prajurit dapat melihat andil Sang Panglima dalam mengatur para prajurit dan lingkungan para prajurit. Sang Panglima dapat menempatkan dirinya sebagai sosok yang dapat menciptakan sistem keteraturan bagi para prajurit dan lingkungan sekitar para prajurit. para prajurit dapat merasakan keberadaan Sang Panglima bila para prajurit dapat menyaksikan keteraturan sistem yang dapat mengatur para prajurit dalam menjalankan setiap-setiap tugas yang diberikan. Bila para prajurit tidak dapat lagi mengenali sistem kereraturan yang telah diciptakan oleh Sang Panglima, karena pikir para prajurit yang telah dapat menemukan bahwa sistem keretaruran itu merupakan hasil dari orang lain, selain Sang Panglima, maka para prajurit hanya akan mengenali nama Sang Panglima sebagai “Panglima” semata. Para prajurit menganggap sistem keteraturan yang ada dapat berjalan semestinya tanpa ada kehadiran Sang Panglima.

Para prajurit yang berada dilapangan, enggan untuk berkonsultasi kepada Sang Panglima bila mengalami kendala dalam menjalankan perintah. Para prajurit merasa senang untuk menanyakan kepada tukang besi, tukang kayu dan para petani tentang perintah-perintah pokok yang harus mereka jalankan. Para prajurit menjadi lebih mempercayai tukang besi, tukang kayu dan petani tetang apa sebenarnya isi dari surat perintah yang mereka terima, sedangkan Sang Panglimalah yang sebenarnya lebih mengetahui tentang tugas-tugas pokok yang ada dalam surat tersebut. Para prajurit telah kehilangan arah kemana mereka harus mengadu bila mengalami kegamangan dalam menjalankan perintah Sang Panglima.

Para prajurit telah percaya tentang keberadaan Sang Panglima sebelum muncul banyak keraguan tentang Sang Panglima tersebut. Ketika para prajurit bertemu dengan tukang besi, tukang kayu dan petani yang punya pandangan berbeda tentang isi pokok dari surat perintah, para prajurit akan meragukan sosok Sang Panglima yang sebenarnya, para prajurit akan menemukan bahwa tukang kayu, tukang besi dan petani lebih dapat memberikan bimbingan kepada para prajurit dalam menterjemahkan isi pokok perintah pada surat perintah dengan keadaan di lapangan. Maka para prajurit akan bertanya-tanya, sebenarnya siapakah pemimpin yang patut mereka patuhi, siapakah pemimpin yang layak perintahnya untuk ditaati, siapakah pemimpin yang dapat memberikan jalan keluar kepada para prajurit bila menemukan kendala di lapangan. Para prajurit menjadi goyah pendiriannya terhadap Sang Panglima, para prajurit merasa menemukan sosok lain yang patut mereka percayai, yang patut mereka yakini dapat menuntun mereka dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan.

Prajurit merasakan penderitaan dalam menjalankan tugas dari Sang Panglima, prajurit merasakan bahwa tugas yang diterima hanya akan menyengsarakan kehidupan prajurit. Prajurit menjadi merasa terkekang dalam mengembangkan daya pikirnya. Surat perintah beserta lampirannya hanya menjadi pembatas bagi daya pikir prajurit untuk berkelana.
Prajurit merasakan bahwa telah dibohongi dengan tugas-tugas yang diterima selama ini, prjurit merasa bahwa Sang Panglima belum pernah merasakan langsung bagaimana keadaan medan yang sebenarnya, tetapi Sang Panglima telah dapat menerbitkan surat perintah yang berisi tugas-tugas yang harus dilakukan para prajurit, Sang Panglima dapat memberikan perintah kepada para prajurit untuk melakukan banyak hal di lapangan.

Para Prajurit merasakan bahwa isi dari surat perintah dan isi dari lampiran-lampiran yang ada telah disalahgunakan oleh mereka yang bisa mengambil keuntungan sepihak, isi dari surat perintah dan lampirannya telah digunakan untuk melakukan pembenaran terhadap suatu kesalahan yang terdapat di lapangan. Para prajurit menjadi semakin ragu dengan kepercayaan kepada Sang Panglima selama ini, para prajurit yang semula percaya bahwa surat perintah yang dikeluarkan dapat memberi manfaat kepada seluruh prajurit, lampiran yang disertakan dapat memberi kemudahan dalam menjalankan tugas, tetapi malah disalahgunakan oleh mereka yang mengambil keuntungan dari situasi yang ada dan mempersulit prajurit-prajurit lainnya dalam menjalankan tugasnya.

Para prajurit menganggap bahwa dikeluarkannya surat perintah beserta lampirannya hanya sebagai hukuman atas kesalahan yang dilakukan prajurit-prajurit sebelumnya, prajurit merasakan bahwa mengemban tugas merupakan tanggung jawab yang tidak semestinya diemban kepadanya. Prajurit menganggap baru saja lulus pendidikan menjadi prajurit tetapi telah diberi tugas ke medan yang sulit, yang merupakan hasil dari kekeliruan prajurit-prajurit sebelumnya. Para prajurit menjadi bertanya-tanya, apakah pantas mereka mengemban tugas ini?, apakah pantas mereka diberi tanggung jawab ini?. Para prajurit yang tidak berbuat kesalahanpun akan merasakan hukuman dari kesalahan-kesalahan prajurit sebelumnya.

Para prajurit telah menemukan kebenaran yang berbeda, ternyata kebenaran yang ada di surat perintah beserta lampirannya berbeda dengan kebenaran-kebenaran yang ditemukan di lapangan. Para prajurit dapat memperoleh kebenaran baru dengan mengembangkan daya logika dan pernyataan-pernyataan empiris yang ditemukan di lapangan. Kebenaran baru yang timbul mengakibatkan Sang Panglima kehilangan daya tariknya di mata para prajurit, para prajurit menganggap tugas-tugas yang ada pada surat perintah beserta lampirannya hanya sebaga omong kosong belaka, tidak berarti sama sekali.

Para prajurit mulai terpengaruh dengan metode-metode pencarian kebenaran yang mereka ciptakan sendiri. Dari metode kebenaran yang ada, prajurit dapat mengahasilkan kesimpulan bahwa mereka mengingkari kebenaran dari Sang Panglima, para prajurit tidak dapat lagi melihat visi dan misi dari tugas-tugas yang diberikan Sang Panglima. Prajurit menganggap telah sepatutnya sedikit demi sedikit menyingkirkan kebenaran dari Sang Panglima, karena kebenaran dari luar Sang Panglima lebih mudah dicerna, dianggap lebih realistis.

Para prajurit makin menemukan banyak keterbatasan yang dimiliki oleh Sang Panglima, prajurit menjadi mempertimbangkan banyak hal untuk dapat mempercayai peran Sang Panglima dalam tujuan penugasan prajurit ke lapangan, bagaimana mungkin prajurit dapat mempercayai Sang Panglima yang memiliki banyak keterbatasan dapat membawa kebaikan bagi para prajurit?, ini menjadi bahan pertimbangan para prajurit untuk dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Para prajurit semula mempercayai bahwa Sang Panglima memiliki banyak pengalaman tentang keadaan medan, sehingga Ia dapat mengeluarkan surat penintah beserta lampirannya untuk para prajurit melakukan tugas-tugas di lapangan. Tetapi, para prajurit mengalami pengalaman berbeda, para prajurit menangkap pengalaman bahwa surat penugasan yang didasari oleh pengalaman Sang Panglima berbeda dengan pengalaman yang diperoleh para prajurit di lapangan. Para prajurit menganggab bahwa Sang Panglima belum memiliki pengalaman banyak tentang keadaan medan, sehingga para prajurit menganggap Sang Panglima telah semena-mena memberi tugas kepada para prajurit padahal Sang Panglima belum memiliki pengalaman tentang keadaan medan penugasan.

C. TERNYATA
Ketika para prajurit sudah merasa dapat menguasai medan pertempuran, ketika para prajurit telan menemukan “Panglima” diluar dari sosok Sang Panglima, ketika para prajurit telah menemukan sosok yang dapat menolong mereka selain Sang Panglima, ketika para prajurit telah merasa menemukan ketidak adilan yang dilakukan oleh Sang Panglima, ketika para prajurit telah merasa mengenali sosok lain yang lebih sempurna dari sosok Sang Panglima, ketika para prajurit telah merasa mampu untuk dapat menciptakan sistem keteraturan sendiri bagi kehidupan mereka, ketika para prajurit sudah merasa mampu untuk memperoleh kebenaran dari surat tugas yang diberikan diluar sosok Sang Panglima, maka sosok Sang Panglima hanya akan menjadi kata “Panglima” semata, tanpa ada makna dibalik kata “Panglima” bagi para prajurit.




Referensi :
Harold H. Titus, alih bahasa oleh H. M. Rasjidi, 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: P.T. Bulan Bintang.
Harold H. Titus, 1975. The Range of Philosophy.3th Edition. California: Wadsworth Publishing Company.
Louis O. Kattsoff, alih bahasa oleh Soejono Soemargono, 2004. Pengantar Flsafat.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar