Selasa, 27 Oktober 2015

salam mengingat


mengingat keadaan di masa akan datang
mengingat persiapan kedepannya
mengingat rencana di masa akan datang
mengingat rencana jangka menengah
mengingat rencana jangka panjang
mengingat masa tua
mengingat yang akan dilaksanakan
mengingat persiapan yang akan dilaksanakan
mengingat yang akan dimiliki
mengingat apa yang akan diberikan
mengingat yang akan diperoleh
mengingat apa yang akan diingat

mengingat persiapan yang sedang dilaksanakan
mengingat yang dilakukan saat ini
mengingat apa yang dimiliki saat ini
mengingat yang dilaksanakan saat ini
mengingat yang diperoleh
mengingat yang sedang diingat

mengingat apa yang telah dilaksanakan
mengingat yang telah dipersiapkan
mengingat yang telah dimiliki
mengingat yang telah direncanakan
mengingat rencana terdahulu
mengingat rencanan yang telah dilaksanakan
mengingat kesalahan yang telah lalu
mengingat pelajaran yang telah diambil
mengingat hikmah
mengingat yang telah diberikan
mengingat yang telah diingat

Selasa, 12 Januari 2010

DUNIA DAVID HUME

oleh: Bambang Priono

David Hume lahir pada tanggal 26 April 1711. Hume merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, keluarganya merupakan keluarga sederhana yang tinggal di Berwickshire Skotlandia, dekat Edinburgh. Bapaknya meninggal pada saat Hume berusia 2 tahun, kemudian Hume dibesarkan oleh Ibunya dan sering diajak oleh pamannya untuk menghadiri kebaktian di Gereja. Pada tahun 1723, Hume masuk masuk ke Universitas Edinburgh. Hume secara giat mempelajari sejarah dan sastra, serta filsafat kuno dan modern, juga mempelajari matematika dan ilmu-ilmu kontemporer. Keluarga Hume menyarankan kepada Hume untuk menggeluti bidang hukum, tetapi Hume lebih suka mendalami hasil karya penulis-penulis klasik. Mengejar cita-citanya menjadi cendekiawan dan seorang filsuf, Hume mengikuti pendidikan khusus tentang membaca dan refleksi selama 3 tahun.

Pada bulan Maret 1734, saat berusia 23 tahun, Hume pergi ke London untuk mempelajari dunia bisnis dari seorang pedagang disana, tetapi dia mengalami kegagalan untuk menekuni bidang bisnis yang ditandai dengan beberapa bulan kemudian dia pergi lagi ke Prancis. Hume tinggal di Prancis selama 3 tahun sampai ia menyelesaikan buku pertamanya, “A Treatise of Human Nature”.

Hume kembali ke Inggris pada tahun 1737 untuk menyelesaikan risalatnya sehingga siap untuk dipublikasikan. Dengan bantuan Bishop Butler, Hume memperbaiki naskahnya, menghilangkan pembahasan kontroversialnya tentang hal-hal yang belum dapat dipercaya, sehingga menghasilkan karya-karya terbaiknya. Buku pertama, Of the Understanding, dan buku kedua, Of the Passions, telah diterbitkan dengan tidak mencantumkan namanya pada tahun 1739. Buku ketiga, Of Morals, terbit pada tahun 1740 yang dikenal dengan baik sebagai ringkasan dari kedua buku pertamanya. Walaupun ada beberapa penulis lainnya, seperti Adam Smith, mengaku sebagai penulis dari ringkasan tersebut, namun para peneliti setuju bahwa ringkasan tersebut merupakan karya dari David Hume. Ciri-ciri dari ringkasan tersebut sangat ketara, secara jelas berisi tentang “satu penjelasan sederhana” yang khusus disebutkan dan bentuknnya dapat dipercayai sebagai hasil karya dari David Hume.

Pada tahun 1741 dan tahun 1742, hume menerbitkan kedua jilid esei-nya, Moral dan Political. Esei tersebut ditulis dalam gaya bahasa yang baik dan lebih sukses dari risalat yang dia terbitkan sebelumnya.

Pada tahun 1744-1745, hume dicalonkan sebagai pimpinan dari fakultas filsafat moral pada Universitas Edinburgh. Jabatan tersebut sebelumnya diisi oleh John pringle, dan yang dicalonkan sebagai pemimpin selanjutnya adalah Hume dan William Cleghorn. Anggota dewan pemerintahan Kota Edinburgh merupakan penanggung jawab dari pemilihan pergantian posisi tersebut. Banyak yang mengkritisi Hume tetang bebarapa tulisannya yang memuat tentang anti-agama.

Pada tahun 1745, Hume menerima sebuah tawaran dari pimpinan St Clair untuk mendampinginya sebagai seorang sekretaris. Hume mengenakan pakaian seragam kantor dan menemani perjalanan pimpinan St Clair sampai tahun 1748. Pada tahun 1748 Hume menerbitkan sebuah karangan bebasnya, dengan judul “Enquiry Concerning Human Understanding”, yang lebih terkenal dari risalat buku pertamanya. Penelitian ini juga memuat dua bagian yang tidak ditemukan pada Risalat dan memuat perlawanan terhadap kepercayaan keagamaan: “Of Miracles” dan sebuah pembahasan yang berjudul “Of a Particular Providence and of a Future State”.

Pada tahun 1751, Hume menerbitkan “Enquiry concerning the Principles of Morals”, dimana isinya sangat berbeda dengan risalat pada buku ketiganya. Di tahun 1751 juga, Hume menerbitkan naskah pidatonya yang berisi tentang hal-hal politis, yang memperoleh pujian dan mempengaruhi beberapa ekonom seperti Adam Smith, Godwin, and Thomas Malthus.

Pada tahun 1751-1752, Hume mencoba menjadi dosen filsafat di Universitas Glasgow, tetapi kembali gagal. Pada tahun 1752 Hume bekerja sebagai pustakawan pada perpustakaan bagian hukum di Edinburgh yang sangat mendukung Hume untuk mengembangkan minatnya dalam mempelajari sejarah. Disana Hume banyak menulis karyanya yang terkenal, yaitu enam jilid History of England (yang diterbitkan pada dari tahun 1754 sampai 1762).

Pada tahun 1756, satu jilid dari esei Hume yang diberi judul “Five Dissertations” telaj dicetak dan siap untuk diterbitkan. Esei tersebut yaitu “The Natural History of Religion,” (2) “Of the Passions,” (3) “Of Tragedy,” (4) “Of Suicide,” dan (5) “Of the Immortality of the Soul.” Selanjutnya, hume menulis esei yang baru, “Of the Standard of Taste” , disisipkan ke dalam “Five Dissertations” tetapi Hume. Naskah yang telah tercetak dari “Five Dissertations”, disisipkan sebuah esei yang baru, “Of the Standard of Taste”, tetapi Hume menghilangkan dua esei yang ada sehingga hanya ada empat esei, sehingga dinamakan “Four Dissertations” yang diterbitkan pada bulan januari 1757.

Selama Hume mengerjakan Four Dissertations, Hume menyelesaikan tulisan terakhirnya, “The History of England”. Pada tahun 1763, saat berumur 50 tahun, Hume diundang untuk menemani seorang bangsawan yang berasal dari Herford menuju paris, dengan besar harapan akan menjadi sekretaris bangsawan tersebut. Hume kembali ke Edinburgh pada tahun 1766 dan mengembangkan hubungan dengan orang-orang penting disana. Jean Jacques Rousseau, seorang anggota pemerintahan yang pada tahun 1766 dipindah tugaskan oleh dewan pemerintah dari Switzerland ke Berne karen masalah politik. Hume menawarkan perlindungan kepada Rousseau di Inggris dan menjadikan dia sebagai pensiunan pemerintahan disana. Di Inggris, Rousseau dicurigai oleh banyak orang dan merubah opini publik terhadap Hume, bahwa Hume berekongkol dengan Rousseau. Hume menyebarkan brosur untuk membela aksinya dan berhasil membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Di Edinburgh, Hume menghabiskan sisa hidupnya dengan meninjau kembali dan menambahkan karya-karyanya, dan bersosialisasi dengan teman-temannya di perkumpulan para intelektual Edinburgh. Pada tahun 1776, saat berumur 65 tahun, hume meninggal karena sakit yang menyerangnya selama beberapa bulan.

Setelah kematiannya, nama hume diambil menjadi bagian penting dalam seluruh karyanya yang belum diterbitkan. Teman-teman hume, seperti Adam Smith dan S. J. Pratt, mengemukakan pidato kematian yang mengharukan, yang dapat menceritakan bagaimana Hume meninggal tanpa menyinggung tentang alam baka. Dua tahun kemudian, yaitu tahun 1779, muncul pembahasan tentang Hume. Lagi-lagi, menimbulkan tanggapan yang beraneka ragam. Pengagum Hume menjadikan Hume sebagai penulis yang handal, yang berhasil mencantumkan kritik keagamaan menjadi hal yang berbahaya bagi keberadaan agama. Akhirnya, pada tahun 1782, esei Hume yang tersembunyi tentang bunuh diri dan tenang kehidupan yang kekal diterbitkan.

Bagi hume, semua hal yang dapat dipikirkan (Persepsi) berasal dari sensasi atau dari refleksi. Dia membagi persepsi menjadi dua kategori, dibedakan berdasarkan perbedaan tingkatan dari keterpaksaan dan kesediaan untuk melakukannya. Persepsi kita yang lemah, ide-ide, merupakan hasil dari pengalaman hidup kita.

Hume memulai risalat pada buku pertamanya dan penelitian yang ada pada esei pertamanya dengan memperhitungkan kesan dan ide-ide, karena dia berfikir bahwa semua isi dari pertanyaan filosofis dapat ditanyakan dan dijawab dengan kedua hal tersebut.

Walaupun kita mengubah dan menggabungkan ide-ide yang ada dalam imajinasi menjadi bentuk ide-ide yang kompleks dari benda-benda yang belum kita alami, hume menyatakan bahwa daya kreatif kita tidak akan melebihi dari material-material yang kita tangkap dari indra dan pengalaman. Ide-ide yang kompleks merupakan susunan dari ide-ide yang sederhana, dimana terdiri dari salinan kesan-kesan sederhana yang telah diperoleh, kemudian meraka dicocokkan dan dicari hal-hal yang benar-benar sama. Hume memperkenalkan dalil umum ini sebagai prinsip pertamanya pada “science of human nature”. Biasa disebut dengan prinsip salinan (Copy Principle), menjadikan Hume mendapat tempat khusus dalam dunia empiricism.

Hume menggunakan Prinsip Salinannya untuk menemukan kembali prinsip salinan dalam catatannya tentang definisi yang lebih mendalam dan menjadi bagian penting dalam sistem kerjanya. Sebagai diagnosa Hume dari pernyataannya tentang metaphisic yang tradisional, dia mengungkapkan bahwa “penghalang utama bagi kemajuan kita dalam moral dan ilmu metafisik adalah ketidak-jelasan dari ide-ide dan keambiguan dari ide-ide tersebut”. Akan tetapi, Hume dapat menunjukkan bahwa definisi yang convensional memberikan hasil yang membingungkan, yaitu dengan mengganti kata yang searti sebagai dasar dan akan menghasilkan definisi yang berputar-putar.

Pemikiran Hume tentang definisi memberikan kejelasan tentang kandungan kognitif dari kata-kata dan ide-ide. Hume menggunakan ujian sederhana untuk menentukan kandungan kognitif tersebut. Dimulai dengan sebuah istilah. Tanyakan tentang ide apa yang mempunyai hubungan dengan istilah tersebut. Jika tidak ditemukan banyak ide, maka istilah tersebut tidak memiliki kandungan kognitif. Tetapi ini memiliki perbedaan yang mencolok dalam filsafat dan teologi, jika ada sebuah ide yang memiliki hubungan dengan istilah tersebut, dan kompleks, kembalikan ke ide-ide yang sederhana dan susunlah, kemudian hubungkan ide-ide yang sederhana tersebut dengan istilah semula. Jika terdapat ketidakjelasan pada beberapa bagian dalam proses ini, maka ide dalam pertanyaan semula tidak meiliki kandungan kognitif.




Referensi:
Ahmad Tafsir. 2000. Filsafat Ilmu, Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
David Hume : http://plato.stanford.edu/entries/hume/#LifWor
David Hume : http://ovis.ui.ac.id/wiki/David_Hume#Education
David Hume : http://ourcivilisation.com/smartboard/shop/humed/about.htm
Harold H. Titus. 1975. The Range of Philosofhy, 3th Edition, California: Wadsworth Publishing Company
Harold H. Titus, alih bahasa oleh H. M. Rasjidi, 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: P.T. Bulan Bintang.
Hume; Life and Writings : http://www.iep.utm.edu/humelife/

Rabu, 30 Desember 2009

Ternyata, Panglima Itu Adalah Sebuah Kata

oleh Bambang Priono

A. KERAJAAN SANG PANGLIMA
Panglima, Panglima, Panglima,,,...
Betapa Sang Panglima dikagumi, betapa Sang Panglima dihormati, betapa Sang Panglima disegani. Namun, setelah Sang Panglima tidak terlihat lagi sebagai sosok yang dikagumi, sosok yang dihormati, sosok yang disegani, Panglima hanya akan tinggal nama “Panglima” belaka, tanpa diketahui apa yang pantas untuk dikagumi, dihormati dan disegani. Sang Panglima sudah kehilangan taringnya, tanpa dapat berbuat apa-apa dihadapan pasukannya.

Sang Panglima, telah membangun pasukannya, untuk mempertahankan keberadaannya dari mereka yang senantiasa ingin menghancurkan Sang Panglima, tetapi pasukan-pasukannya sudah tidak dapat lagi mengemban amanah, mereka telah lalai dengan kesatuan-kesatuan yang telah terbentuk, mereka telah sibuk berkecimpung dalam kesatuan-kesatuan pasukan, tanpa dapat mengerti lagi apa sebenarnya visi dan misi Sang Panglima dalam membangun pasukan-pasukan tersebut, pasukan-pasukan sudah tidak dapat mengenali seperti apa sebenarnya sosok Sang Panglima, para pasukan hanya mengerti “Panglima” tanpa mengetahui seperti apa sosok Sang Panglima sebenarnya, siapakah Sang Panglima bagi para prajurit. Bahkan para pasukan saling menghancurkan antara satu kesatuan dan kesatuan lainnya, para pasukan saling menghujam antara satu prajurit dan prajurit lainnya.

Sang Panglima telah acap kali mensosialisasikan visi dan misi dari pembentukan para pasukan, tapi karena ulah dari pimpinan kesatuan pasukan yang sembrono, yang tidak dapat menghayati visi dan misi Sang Panglima, maka pimpinan kesatuan hanya akan menjadi sosok yang tidak dapat diharapkan dalam mengemban amanah Sang Panglima, pimpinan kesatuan sudah tidak dapat lagi mengarahkan para pasukan pada visi dan misi pembentukannya semula. Para pasukan akan menjadi gamblang akan tujuan keberadaan mereka dihadapan Sang Panglima, para pasukan akan semakin tidak mengenali sosok dari Panglima mereka yang sebenarnya.

Sang Panglima telah membuat beberapa surat-surat yang ditujukan kepada pasukannya, surat yang berisi tugas-tugas yang harus dijalani oleh para pasukan, tetapi karena perbedaan pandangan dari para pasukan dalam memaknai surat tersebut, maka para pasukan akan mencari kesalahan-kesalahan dari Sang Panglima dalam pembentukan surat tersebut, para pasukan akan menganggap bahwa surat tersebut tiada berbobot sama sekali karena terdapat banyak kekurangannya, para pasukan bahkan merasa terpaksa menjalankan perintah Sang Panglima yang pada dasarnya pelaksaan perintah tersebut bertentangan dengan pandangan para pasukan. Kekecewaan yang terakumulasi ini hanya akan membuat para pasukan memendam amarah kepada Sang Panglima, maka satu persatu para pasukan mulai mangkir terhadap perintah Sang Panglima bahkan lama kelamaan para pasukan dapat merasakan bahwa terpaksa menjalankan perintah yang pada dasarnya hanya akan membawa para pasukan ke dalam kesia-siaan belaka. Para pasukan hanya akan menganggap Sang Panglima hanya sebagai sosok yang memberi kesulitan kepada mereka, Sang Panglima hanya menghambat kreatifitas para pasukan dalam pengembangan ide kreatif yang dimilikinya.

B. PANGLIMA ATAU “PANGLIMA”
Para prajurit tidak dapat menemukan makna dari lampiran-lampiran yang disertakan dalam surat perintah Sang Panglima. Para prajurit menganggap bahwa lampiran yang disertakan mengakibatkan perbedaan pandangan antar prajurit, malah membuat prajurit menjadi gamang akan isi dari surat perintah yang sebenarnya, prajurit menjadi berseteru antara satu dan lainnya dalam memaknai surat lampiran dan surat perintah yang diterima dari Sang Panglima.

Para prajurit menganggap bahwa surat perintah dari Sang Panglima dan lampiran yang disertakan tidak sesuai lagi dengan keadaan lapangan yang mereka hadapi. Para prajurit hanya menjalankan perintah Sang Panglima dengan mengurangi beberapa bagian pada rangkaian perintah yang ada, sehingga para prajurit tidak dapat merasakan apa tujuan diterbitkannya surat perintah tersebut, para prajurit tidak dapat mendalami makna dari perintah yang diberikan. Pada dasarnya, Sang Panglima mengeluarkan surat perintah yang disertai dengan lampiran, dapat diterapkan dalam segala medan, dapat diterapkan disetiap waktunya. Tetapi, karena para prajurit yang telah diam-diam mangkir dengan perintah yang diberikan sehingga membangun pemikirannya sendiri, para prajurit secara perlahan membuat jalannya sendiri, sehingga para prajurit akan membuat ketentuan sendiri dalam perintah yang diberikan, bahkan membuat lampiran tambahan atau akan membuat perintah untuk dirinya sendiri. Para prajurit yang telah jauh menyimpang dari perintah Sang Panglima semula akan semakin jauh terperosok dalam dunianya sendiri, semakin jauh dari perintah yang ada, sehingga semakin sulit pula untuk melihat bagaimana sosok yang telah menerbitkan surat perintah kepadanya, semakin sulit untuk melihat bagaimana sosok dari Sang Panglima yang telah memprakarsai pembentukan para prajurit.

Para prajurit dapat merasakan keberadaan Sang Panglima bila prajurit dapat melihat dan merasakan pergerakan yang telah dilakukan Sang Panglima, para prajurit akan semakin meyakini dan memaknai keberadaan dari Sang Panglima bila dapat melihat dan merasakan Sang Panglima dapat melakukan pergerakan dan menjadi penggerak dalam suatu tugas tertentu. Bila para prajurit tidak dapat merasakan semua itu, maka para prajurit hanya akan dapat mengenali nama “Sang Panglima” katimbang siapa itu Sang Panglima sebenarnya.

Para prajurit dapat menghayati keberadaan Sang Panglima bila prajurit dapat mengetahui alasan kuat mengapa muncul Sang Panglima. Para prajurit akan lebih mengenali siapa sebenarnya sosok dari Sang Panglima bila dapat mengetahui sebab musabab kehadiran Sang Panglima di tengah-tengah para prajurit. Bila para prajurit tidak dapat mengetahui sebab musabab munculnya Sang Panglima, bagaimana para prajurit dapat mengerti bagaimana sebenarnya sosok Panglima mereka, mereka hanya mengetahui nama “Sang Panglima” tanpa mengetahui siapa sosok dibalik nama tersebut.
Para prajurit dapat mengetahui sosok dibalik nama “Sang Panglima” bila para prajurit dapat mengetahui kemungkinan dari Panglima itu memang ada, para prajurit tidak hanya menerka dan membayangkan dari sosok Sang Panglima, tetapi para prajurit dapat mengerti bahwa Sang Panglima memang ada. Para prajurit dapat mengerti sosok Sang Panglima bila para prajurit dapat merasakan peran dari Sang Panglima bagi mereka. Para prajurit dapat mengenali sosok Sang Panglima bila Sang Panglima dianggap dapat menjadi penolong bagi para prajurit bila sedang mengalami kesukaran, para prajurit dapat menempatkan Sang Panglima sebagai sosok yang pantas untuk tempat mengadu dalam menemukan jalan keluar dari setiap kendala lapangan yang dihadapi. Bila para prajurit sudah tidak dapat mengetahui bagaimana kemungkinan keberadaan Sang Panglima, sudah tidak dapat menempatkan Sang Panglima sebagai sosok yang dapat memberi pertolongan, maka para prajurit hanya akan dapat mengetahui nama “Sang Panglima”, tanpa dapat menghayati siapa sosok dibalik nama itu.

Para prajurit dapat mengagumi sosok dibalik nama “Panglima” bila para prajurit dapat menempatkan Sang Panglima sebagai sosok yang sempurna dimata mereka. Bila para prajurit dapat menemukan kelebihan dan kekurangan yang ada diantara sesama prajurit, itu merupakan suatu kewajaran, karena mereka merasa berada dibawah komando Sang Panglima, yang mengayomi para prajurit. Bila para prajurit tidak dapat lagi menemukan kesempurnaan dari Sang Panglima, karena para prajurit telah merasa menyimpulkan ada kekurangan pada sosok Sang Panglima yang merupakan hasil dari keleluasaan daya pikir para prajurit, maka para prajurit tidak dapat lagi menempatkan sosok Sang Panglima sebagai sosok yang sempurna dimata para prajurit.

Para prajurit dapat mengetahui sosok dibalik nama “Panglima” bila para prajurit dapat melihat andil Sang Panglima dalam mengatur para prajurit dan lingkungan para prajurit. Sang Panglima dapat menempatkan dirinya sebagai sosok yang dapat menciptakan sistem keteraturan bagi para prajurit dan lingkungan sekitar para prajurit. para prajurit dapat merasakan keberadaan Sang Panglima bila para prajurit dapat menyaksikan keteraturan sistem yang dapat mengatur para prajurit dalam menjalankan setiap-setiap tugas yang diberikan. Bila para prajurit tidak dapat lagi mengenali sistem kereraturan yang telah diciptakan oleh Sang Panglima, karena pikir para prajurit yang telah dapat menemukan bahwa sistem keretaruran itu merupakan hasil dari orang lain, selain Sang Panglima, maka para prajurit hanya akan mengenali nama Sang Panglima sebagai “Panglima” semata. Para prajurit menganggap sistem keteraturan yang ada dapat berjalan semestinya tanpa ada kehadiran Sang Panglima.

Para prajurit yang berada dilapangan, enggan untuk berkonsultasi kepada Sang Panglima bila mengalami kendala dalam menjalankan perintah. Para prajurit merasa senang untuk menanyakan kepada tukang besi, tukang kayu dan para petani tentang perintah-perintah pokok yang harus mereka jalankan. Para prajurit menjadi lebih mempercayai tukang besi, tukang kayu dan petani tetang apa sebenarnya isi dari surat perintah yang mereka terima, sedangkan Sang Panglimalah yang sebenarnya lebih mengetahui tentang tugas-tugas pokok yang ada dalam surat tersebut. Para prajurit telah kehilangan arah kemana mereka harus mengadu bila mengalami kegamangan dalam menjalankan perintah Sang Panglima.

Para prajurit telah percaya tentang keberadaan Sang Panglima sebelum muncul banyak keraguan tentang Sang Panglima tersebut. Ketika para prajurit bertemu dengan tukang besi, tukang kayu dan petani yang punya pandangan berbeda tentang isi pokok dari surat perintah, para prajurit akan meragukan sosok Sang Panglima yang sebenarnya, para prajurit akan menemukan bahwa tukang kayu, tukang besi dan petani lebih dapat memberikan bimbingan kepada para prajurit dalam menterjemahkan isi pokok perintah pada surat perintah dengan keadaan di lapangan. Maka para prajurit akan bertanya-tanya, sebenarnya siapakah pemimpin yang patut mereka patuhi, siapakah pemimpin yang layak perintahnya untuk ditaati, siapakah pemimpin yang dapat memberikan jalan keluar kepada para prajurit bila menemukan kendala di lapangan. Para prajurit menjadi goyah pendiriannya terhadap Sang Panglima, para prajurit merasa menemukan sosok lain yang patut mereka percayai, yang patut mereka yakini dapat menuntun mereka dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan.

Prajurit merasakan penderitaan dalam menjalankan tugas dari Sang Panglima, prajurit merasakan bahwa tugas yang diterima hanya akan menyengsarakan kehidupan prajurit. Prajurit menjadi merasa terkekang dalam mengembangkan daya pikirnya. Surat perintah beserta lampirannya hanya menjadi pembatas bagi daya pikir prajurit untuk berkelana.
Prajurit merasakan bahwa telah dibohongi dengan tugas-tugas yang diterima selama ini, prjurit merasa bahwa Sang Panglima belum pernah merasakan langsung bagaimana keadaan medan yang sebenarnya, tetapi Sang Panglima telah dapat menerbitkan surat perintah yang berisi tugas-tugas yang harus dilakukan para prajurit, Sang Panglima dapat memberikan perintah kepada para prajurit untuk melakukan banyak hal di lapangan.

Para Prajurit merasakan bahwa isi dari surat perintah dan isi dari lampiran-lampiran yang ada telah disalahgunakan oleh mereka yang bisa mengambil keuntungan sepihak, isi dari surat perintah dan lampirannya telah digunakan untuk melakukan pembenaran terhadap suatu kesalahan yang terdapat di lapangan. Para prajurit menjadi semakin ragu dengan kepercayaan kepada Sang Panglima selama ini, para prajurit yang semula percaya bahwa surat perintah yang dikeluarkan dapat memberi manfaat kepada seluruh prajurit, lampiran yang disertakan dapat memberi kemudahan dalam menjalankan tugas, tetapi malah disalahgunakan oleh mereka yang mengambil keuntungan dari situasi yang ada dan mempersulit prajurit-prajurit lainnya dalam menjalankan tugasnya.

Para prajurit menganggap bahwa dikeluarkannya surat perintah beserta lampirannya hanya sebagai hukuman atas kesalahan yang dilakukan prajurit-prajurit sebelumnya, prajurit merasakan bahwa mengemban tugas merupakan tanggung jawab yang tidak semestinya diemban kepadanya. Prajurit menganggap baru saja lulus pendidikan menjadi prajurit tetapi telah diberi tugas ke medan yang sulit, yang merupakan hasil dari kekeliruan prajurit-prajurit sebelumnya. Para prajurit menjadi bertanya-tanya, apakah pantas mereka mengemban tugas ini?, apakah pantas mereka diberi tanggung jawab ini?. Para prajurit yang tidak berbuat kesalahanpun akan merasakan hukuman dari kesalahan-kesalahan prajurit sebelumnya.

Para prajurit telah menemukan kebenaran yang berbeda, ternyata kebenaran yang ada di surat perintah beserta lampirannya berbeda dengan kebenaran-kebenaran yang ditemukan di lapangan. Para prajurit dapat memperoleh kebenaran baru dengan mengembangkan daya logika dan pernyataan-pernyataan empiris yang ditemukan di lapangan. Kebenaran baru yang timbul mengakibatkan Sang Panglima kehilangan daya tariknya di mata para prajurit, para prajurit menganggap tugas-tugas yang ada pada surat perintah beserta lampirannya hanya sebaga omong kosong belaka, tidak berarti sama sekali.

Para prajurit mulai terpengaruh dengan metode-metode pencarian kebenaran yang mereka ciptakan sendiri. Dari metode kebenaran yang ada, prajurit dapat mengahasilkan kesimpulan bahwa mereka mengingkari kebenaran dari Sang Panglima, para prajurit tidak dapat lagi melihat visi dan misi dari tugas-tugas yang diberikan Sang Panglima. Prajurit menganggap telah sepatutnya sedikit demi sedikit menyingkirkan kebenaran dari Sang Panglima, karena kebenaran dari luar Sang Panglima lebih mudah dicerna, dianggap lebih realistis.

Para prajurit makin menemukan banyak keterbatasan yang dimiliki oleh Sang Panglima, prajurit menjadi mempertimbangkan banyak hal untuk dapat mempercayai peran Sang Panglima dalam tujuan penugasan prajurit ke lapangan, bagaimana mungkin prajurit dapat mempercayai Sang Panglima yang memiliki banyak keterbatasan dapat membawa kebaikan bagi para prajurit?, ini menjadi bahan pertimbangan para prajurit untuk dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Para prajurit semula mempercayai bahwa Sang Panglima memiliki banyak pengalaman tentang keadaan medan, sehingga Ia dapat mengeluarkan surat penintah beserta lampirannya untuk para prajurit melakukan tugas-tugas di lapangan. Tetapi, para prajurit mengalami pengalaman berbeda, para prajurit menangkap pengalaman bahwa surat penugasan yang didasari oleh pengalaman Sang Panglima berbeda dengan pengalaman yang diperoleh para prajurit di lapangan. Para prajurit menganggab bahwa Sang Panglima belum memiliki pengalaman banyak tentang keadaan medan, sehingga para prajurit menganggap Sang Panglima telah semena-mena memberi tugas kepada para prajurit padahal Sang Panglima belum memiliki pengalaman tentang keadaan medan penugasan.

C. TERNYATA
Ketika para prajurit sudah merasa dapat menguasai medan pertempuran, ketika para prajurit telan menemukan “Panglima” diluar dari sosok Sang Panglima, ketika para prajurit telah menemukan sosok yang dapat menolong mereka selain Sang Panglima, ketika para prajurit telah merasa menemukan ketidak adilan yang dilakukan oleh Sang Panglima, ketika para prajurit telah merasa mengenali sosok lain yang lebih sempurna dari sosok Sang Panglima, ketika para prajurit telah merasa mampu untuk dapat menciptakan sistem keteraturan sendiri bagi kehidupan mereka, ketika para prajurit sudah merasa mampu untuk memperoleh kebenaran dari surat tugas yang diberikan diluar sosok Sang Panglima, maka sosok Sang Panglima hanya akan menjadi kata “Panglima” semata, tanpa ada makna dibalik kata “Panglima” bagi para prajurit.




Referensi :
Harold H. Titus, alih bahasa oleh H. M. Rasjidi, 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: P.T. Bulan Bintang.
Harold H. Titus, 1975. The Range of Philosophy.3th Edition. California: Wadsworth Publishing Company.
Louis O. Kattsoff, alih bahasa oleh Soejono Soemargono, 2004. Pengantar Flsafat.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Kamis, 17 Desember 2009

Mendengkur atau Tidak Mendengkur

Salam Dengkur

Saya dapat membuktikan saya seorang pendengkur apabila saya dapat mengetahui bahwa diri saya sedang tidur dan mendengkur, dalam keadaan sadar saya tidak dapat melihat diri saya sendiri yang sedang tidur dan mendengkur. Saya dapat mengetahui dan membuktikan bahwa saya adalah seorang pendengkur apabila saya sedang tidur dan bermimpi mengetahui bahwa saya sedang tidur dan sedang melakukan proses pendengkuran. Ingatanku tentang bagaimana suara dengkuran dan apa penyebab terjadinya mendengkur dapat muncul dalam mimpiku.

Saya dapat membuktikan saya bukan seorang pendengkur apabila saya dapat mengetahui bahwa diri saya sedang tidur dan tidak mendengkur, dalam keadaan sadar saya tidak dapat melihat diri saya sendiri yang sedang tidur dan tidak mendengkur. Saya dapat mengetahui dan membuktikan bahwa saya adalah bukan seorang pendengkur apabila saya sedang tidur dan bermimpi mengetahui bahwa saya sedang tidur dan sedang tidak melakukan proses pendengkuran. Ingatanku tentang bagaimana suara dengkuran dan apa penyebab terjadinya mendengkur dapat muncul dalam mimpiku.

Saya dapat membuktikan saya adalah seorang pendengkur apabila saya dapat menghubungkan ingatan saya tentang fakta bagaimana suara dengkuran dan apa penyebab terjadinya mendengkur dengan ingatan saya tentang mimpi saya yang melihat diri saya sedang mendengkur, maka saya dapat melihat hubungan tersebut bahwasannya saya telah mendengkur.

Saya dapat membuktikan saya adalah bukan seorang pendengkur apabila saya dapat menghubungkan ingatan saya tentang fakta bagaimana suara dengkuran dan apa penyebab terjadinya mendengkur dengan ingatan saya tentang mimpi saya yang melihat diri saya tidak sedang mendengkur, maka saya dapat melihat hubungan tersebut bahwasannya saya tidak mendengkur.

Saya dapat membuktikan saya adalah seorang pendengkur apabila saya dapat memepertimbangkan ingatan saya tentang bagaimana suara dengkuran dan apa penyebab terjadinya mendengkur konsisten dengan apa yang saya alami dalam mimpi saya bahwa saya melihat diri saya sedang tidur dan mendengkur.

Saya dapat membuktikan saya adalah bukan seorang pendengkur apabila saya dapat memepertimbangkan ingatan saya tentang bagaimana suara dengkuran dan apa penyebab terjadinya mendengkur konsisten dengan apa yang saya alami dalam mimpi saya bahwa saya melihat diri saya sedang tidur tidak mendengkur.

Saya dapat membuktikan saya adalah seorang pendengkur apabila saya dapat merasakan manfaat dari dengkuran yang saya rasakan, saya dapat merasakan bahwa saya mendengkur bila saya tidur dengan pulas dan tidur pulas dapat memulihkan stamina tubuhku agar siap untuk beraktifitas kembali.

Saya dapat membuktikan saya adalah bukan seorang pendengkur apabila saya dapat merasakan manfaat dari dengkuran yang saya rasakan, saya dapat merasakan bahwa saya mendengkur bila saya tidur dengan pulas dan tidur pulas dapat memulihkan stamina tubuhku agar siap untuk beraktifitas kembali.

Saya dapat membuktikan kepada orang lain bahwa dia adalah seorang pendengkur apabila saya dengan sadar melihat dia tertidur dan dia mendengkur pada tidurnya tersebut. Pada saat dia telah tersadar dari tidurnya maka saya dapat mengungkapkan pengalaman yang telah saya temukan tentang tidur dan mendengkurnya. Saya dapat membuktikan orang lain telah menjadi pendengkur apabila dia dalam keadaan sadar dan dapat mencerna ungkapanku tentang pengalamanku mengetahui dia telah tidur dan mendengkur pada tidurnya.

Saya dapat membuktikan kepada orang lain bahwa dia adalah bukan seorang pendengkur apabila saya dengan sadar melihat dia tertidur dan dia tidak mendengkur pada tidurnya tersebut. Pada saat dia telah tersadar dari tidurnya maka saya dapat mengungkapkan pengalaman yang telah saya temukan tentang tidur dan tidak mendengkurnya dia. Saya dapat membuktikan orang lain telah menjadi bukan seorang pendengkur apabila dia dalam keadaan sadar dan dapat mencerna ungkapanku tentang pengalamanku mengetahui dia telah tidur dan tidak mendengkur pada tidurnya.

Saya dapat membuktikan orang lain bukan pendengkur bila saya dalam keadaan sadar mengetaui dia tertidur dan tidak melakukan proses pendengkuran, yang artinya dia tidak mendengkur pada saat dia tertidur. Saya tidak dapat membuktikan kepadanya bahwa dia sedang mendengkur apabila dia sedang tertidur, karena dia sedang dalam keadaan diluar kesadarannya untuk mengetahui pembuktianku bahwa dia tidak melakukan proses pendengkuran. Saya akan membuktikan seseorang tidak mendengkur apa bila saya dalam keadaan sadar membuktikan kepada orang yang telah tersadar dari tidurnya bahwasannya pada saat tidurnya tadi dia tidak melakukan proses pendengkuran.

Rabu, 09 Desember 2009

Matematika Menganyam Dunia

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang istimewa, dia bisa menjadi bagian penting dari ilmu-ilmu lainnya, dia berperan dalam pemecahan masalah, dia berperan sebagai alat, berperan sebagai pelengkap, berperan sebagai pedoman, berperan sebagai pengecoh, berperan sebagai penolak kesimpulan, berperan sebagai penguat kesimpulan, berperan sebagai peluruh kesimpulan, semua peran dapat dilakukan oleh matematika. Sungguh keistimewaan matematika membuat dirinya sangat dibutuhkan bagi cabang ilmu pengetahuan lainnya.

Disadari atau tidak,setiap sisi kehidupan manusia selalu berkaitan dengan matematika. Manusia dapat menemukan matematika di setiap aktifitasnya, mungkin sedikit konyol bila ada yang mengatakan “saya kuliah mengambil jurusan Bahasa Indonesia, karena saya menghindari Matematika”. Justru dalam bahasa indonesia, matematika sangat besar perannya. Pernyataan-pernyataan yang ada dalam matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif, ini merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kata-kata dalam berbahasa.

Matematika merupakan ilmu yang menekankan pada ketelitian dan keteraturan. Ini merupakan sebagian dari sifat-sifat matematika. Dengan sifat ini, kebenaran berdasarkan matematika dapat dipertanggung jawabkan, walaupun untuk membuktikan kebenaran diluar ilmu matematika. Kebenaran tersebut dapat diterima oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya karena kebenaran tersebut dibuktikan secara matematis yang mengandalkan penarikan kebenaran kesimpulan dengan penuh ketelitian dan keteraturan.

Matematika telah merangsak masuk ke dalam cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Cabang ilmu pengetahuan lainnya tidak akan mampu berbuat apapun tanpa ada peran matematika di dalamnya. Ini mengakibatkan matematika menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan dan dituntut berperan banyak dalam perkembangan ilmu pengetahuan lainnya.

Bagaimana dengan matematika itu sendiri? Apakah matematika membutuhkan ilmu pengetahuan lainnya?. Matematika sangat membutuhkan cabang ilmu pengetahuan lainnya, ini jelas sekali. Karena, apalah artinya ilmu matematika tanpa adanya ilmu pengetahuan lainnya, matematika tidak dapat berperan apa-apa tanpa adanya cabang ilmu pengetahuan lainnya. Matematika membutuhkan cabang ilmu pengetahuan lainnya sebagai tempat mengekspresikan dirinya, matematika akan dapat melihat seberapa jauh dia dapat bereksplorasi, dapat melihat sejauh mana dia dapat menunjukkan perannya dalam ilmu pengetahuan lainnya.

Matematika membutuhkan cabang ilmu pengetahuan lainnya untuk perkembangan matematika itu sendiri juga. Dengan melihat perannya dalam ilmu pengetahuan lainnya, matematika dapat mengintrofeksi dirinya, bahwasannya dia juga memiliki kekurangan pada sisi-sisi tertentu, sehinnga matematika berusaha mengembangkan ilmunya untuk dapat memperbaiki kekurangannya.
matematika selalu menjaga konsistensinya. Dibelahan bumi manapun, dan kapanpun, 5 + 2 akan memberikan jawaban 7, tidak akan ada yang memberikan jawaban selain 7. Walaupun ada yang menggunakan lambang penulisan yang berbeda, tapi akan tetap memberikan jawaban yang sama.

Dengan sifat-sifat yang ada pada matematika, matematika dapat dengan mudahnya menjadi bagian dari cabang ilmu pengetahuan lainnya, ini pula yang mengakibatkan semua cabang ilmu pengetahuan diluar ilmu matematika menjadi bagian dari matematika. Matematika dapat menjadikan berbagai cabang ilmu pengetahuan menjadi memiliki rasa yang sama, memiliki kesamaan pola, memiliki kesamaan sifat dengan matematika. Tetapi, matematika pulalah yang dapat membentuk ilmu pengetahuan baru dari beberapa cabang ilmu pengetahuan yang telah ada. Matematika berperan membentuk pola dalam ilmu pengetahuan yang baru. Matematika juga berperan dalam mengelompokkan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang telah ada, sehingga tidak terlalu banyak keberadaan dari cabang ilmu pengetahuan.

Matematika berperan dalam menentukan pola dalam pengelompokkan cabang-cabang dari ilmu pengetahuan, matematika dapat mendesain sesuai dengan kesamaan sifat dari cabang-cabang ilmu pengetahuan menjadi pengelompokan-pengelompokan sederhana, sehingga manusia akan lebih mudah mempelajari dan memahami berbagai cabang ilmu pengetahuan yang ada.



Referensi :
Jujun S. Suriasumantri, 2007, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapn Jakarta
Harold H. Titus, alih bahasa oleh Prof. Dr. H. M. Rasjidi, 1984, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta, P.T Bulan Bintang Jakarta.

Ontologi Diriku

A: Ada siapa disana?
B: Ini adalah diriku
A: Apa sebenarnya diriku?
B: diriku merupakan pengalamanku
A: apa pengalaman diriku?
B: Pengalaman diriku merupakan rasa diriku
A: Apa rasa pada diriku?
B: Rasa diriku merupakan aksi diriku
A: Apa aksi diriku
B: Aksi diriku adalah lawan dari reaksi diriku
A: apa tujuan diriku?
B: Tujuan diriku adalah harapan diriku
A: Apa harapan diriku sebagai tujuan diriku?
B: Harapan diriku merupakan keinginan diriku
A: Dari mana keinginan diriku?
B: Keinginan diriku dari hati diriku
A: Apa hati diriku pada diriku?
B: Hati diriku adalah penuntun diriku
A: Kapan hati diriku menuntun diriku?
B: Saat diriku berdoa
A: Apa berdoa pada diriku?
B: Berdoa diriku merupakan permintaan diriku
A: Apa permintaan diriku?
B: Permintaan diriku adalah kehendak diriku
A: Apa tujuan kehendak pada diriku?
B: Merupakan yang terbaik bagi diriku dan sekitar diriku
A: Apa pebedaan diriku?
B: Diriku berbeda dengan dirinya
A: Dari mana perbedaan diriku
B: Perbedaan diriku dari sudut pandang
A: Apa sudut pandang pada diriku?
B: Sudut pandang diriku adalah pendapat diriku
A: Dari mana sudut pandang diriku?
B: Sudut pandang diriku berdasarkan bacaanku
A: Apa bacaan diriku?
B: Bacaan diriku adalah alam sekitar diriku
A: Dari mana bacaan diriku
B: Bacaanku dari penangkapan panca indraku
A: Apa panca indra diriku?
B: Panca indra diriku adalah jiwa dan ragak diriku
A: Apa jiwa pada diriku?
B: Jiwaku adalah rohku
A: Apa raga pada diriku?
B: Raga diriku adalah badan diriku
A: Apa hubungan jiwa dan raga pada dirku?
B: Jiwa dan raga bersenyawa selama jantung diriku masih berdetak
A: Kapan jiwa dan raga tidak bersenyawa?
B: Pada saat diriku mencapai kematian
A: Apa itu kematian diriku?
B: Kematian merupakan awal dari babak kehidupan diriku selanjutnya
A: Kapan kematian diriku?
B: Itu merupakan rahasia dari Tuhan diriku
A: Apa rahasia Tuhan pada diriku?
B: Rahasia Tuhan merupakan rencana dan kehendakNya
A: Apa bentuk diriku?
B: Bentuk diriku adalah wujud diriku
A: Dimanakah diriku?
B: Diriku ada dalam pikiranku
A: Apa hubungan diriku dengan pikiranku?
B: Diriku sedang menjadi objek pikiran diriku
A: Kapan pikiranku menjadi objek dalam pikiran diriku
B: Saat diriku melakukan metakognitif diriku
A: Apakah diriku pernah menjadi objek bagi dirinya?
B: Pernah, yaitu pada saat dirinya memberlakukan diriku sebagai objek bagi dirinya
A: Apa perbedaan diriku dan dirinya
B: Dirinya diluar diriku
A: Apa perbedaan dirinya dan diriku?
B: Dirinya bukan diriku
A: Apakah sebenarnya dirinya bagi diriku?
B: Dirinya menjadi relasi bagi diriku
A: Apa relasi dirinya bagi diriku?
B: Dirinya berelasi dengan diriku pada saat diriku memikirkan dirinya
A: Apa bentuk relasi lain dirinya bagi diriku?
B: Dirinya berelasi dengan diriku pada saat dirinya memikirkan diriku
A: Mengapa diriku berelasi dengan dirinya?
B: Untuk mengisi kekosongan pada diriku
A: Apa alasan lainnya?
B: Untuk mengisi kekosongan pada dirinya
A: Kapan dirinya bisa mengisi diriku?
B: Pada saat dirinya menjdi isi dan diriku menjadi wadah
A: Kapan diriku bisa mengisi dirinya?
B: Pada saat diriku menjadi isi dan dirinya menjadi wadah
A: Apa wadah diriku?
B: Wadah diriku merupakan kebutuhan isi bagi diriku
A: Apa isi diriku?
B: Isi diriku merupakan kepemilikanku
A: Dimana isi diriku?
B: Isi diriku ada di dalam hati dan pikiranku
A: Dimana lagi isi diriku?
B: Isi diriku ada di dalam jiwa dan ragaku
A: Apa peran diriku?
B: Peran diriku adalah perbuatanku
A: Kapan diriku berperan?
B: Pada saat diriku berbuat
A: Apa perbuatan diriku?
B: Perbuatan diriku adalah tingkah laku diriku
A: Bagaimana tingkah laku diriku?
B: Berusaha adil adalah tingkah laku diriku
A: Apa adil bagi diriku
B: Adil diriku bila sesuai ruang dan waktu
A: Apa ruang diriku?
B: Ruang diriku adalah tempat keberadaan diriku
A: Apa waktu diriku?
B: Waktu diriku adalah kapan keberadaan diriku
A: Bagaimana adil bagi diriku?
B: Adil bila dapat bertindak sesuai dengan ruang dan waktu
A: Mengapa diriku adil?
B: Karena diriku ingin adanya kesesuaian
A: Kapan diriku adil?
B: Pada saat diriku dapat menyesuaikan tindakanku dengan ruang dan waktu
A: Dari mana diriku?
B: Diriku dari asalku
A: Dimanakah asal diriku?
B: Diriku berasal dari tanah kelahiranku
A: Apa itu tanah kelahiran diriku
B: Tanah kelahiran diriku merupakan dimana diriku dilahirkan
A: Dimana diriku dilahirkan?
B: Ditempat diriku dilahirkan
A: Bagaimana diriku dilahirkan?
B: Diriku dilahirkan dengan cara yang luar biasa
A: Apa luar biasanya kelahiran diriku?
B: Luar biasanya berupa pertaruhan nyawa yang melahirkan diriku
A: Mengapa ada pertaruhan nyawa saat diriku dlahirkan?
B: Karena diriku merupakan diriku yang istimewa
A: Apa istimewa diriku?
B: Diriku merupakan keajaiban kecil dari Tuhanku
A: Bagaimana diriku menjadi keajaiban kecil Tuhanku?
B: Diriku merupakan salah satu kehendakNya dan menjadi bagian dari rencanaNya
A: Apa peran diriku dalam istimewa diriku?
B: Diriku berusaha selalu bertaqwa pada Tuhanku
A: Apa taqwa diriku pada Tuhanku?
B: Diriku berusaha menjalankan perintah Tuhanku
A: Apa bentuk lain taqwa diriku pada Tuhanku
B: Diriku berusaha menjauhi larangan Tuhanku
A: Apa pertanyaan diriku?
B: Pertanyaan diriku merupakan rasa ingin tahu diriku
A: Bagaimana rasa ingin tahu diriku
B: Diriku memiliki rasa ingin tahu terhadap pengetahuan baru
A: Apa jawaban diriku?
B: Jawaban diriku merupakan pengalaman diriku
A: Bagaimana pengalaman baru diriku?
B: Pengalaman baru diriku merupaka pengetahuan baru bagi diriku
A: Pengetahuan baru yang bagaimana?
B: Pengetahuan baru diriku.


Referensi :
Ahmad Tafsir, 2000, Filsafat Ilmu;  Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung
Jujun S. Suriasumantri, 2007, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapn Jakarta
Harold H. Titus, alih bahasa oleh Prof. Dr. H. M. Rasjidi, 1984, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta, P.T Bulan Bintang Jakarta.

Masa Depan Dunia

Pada suatu malam, berkumpullah para peramal dari penjuru negeri di sebuah kedai kopi, mereka rutin mengadakan perkumpulan seperti ini untuk membahas sesuatu yang menurut mereka menarik untuk diperbincangkan. Sang pemilik kedai kopi sudah terbiasa dengan kedatangan mereka, sehingga dia telah dapat mengenali setiap peramal yang datang ke kedai kopinya. Para peramal menangkap banyak fenomena yang saat ini terjadi di sekeliling mereka, sehingga mereka sepakat untuk membicarakan bagaimana masa depan dunia. Demikian ini merupakan ungkapan dari beberapa peramal tentang masa depan dunia yang dapat terekam oleh ingatan sang pemilik kedai kopi.
Peramal 1
Saya adalah peramal dari Purworejo, Jawa Tengah. Saya meramalkan bahwa keadaan alam pada masa depan dunia akan berada dalam kerusakan besar. Akan banyak bencana alam yang diakibatkan oleh buruknya perlakuan manusia terhadap alam. Dari sekarang saya dapat melihat, banyak manusia yang menggunduli hutan semaunya, mengotori lautan dengan sampah-sampah yang manusia alirkan melalui sungai-sungai yang bermuara ke lautan.

Peramal 2
Saya adalah peramal dari Kali Code, Yogyakarta. Saya dapat meramalkan bahwa keadaan udara dan air pada masa depan dunia ini akan semakin tercemar. Semakin hari, manusia tidak semakin sadar dengan tingkah laku buruknya mencemari udara dan air, saya memprediksi masa depan dunia akan kesulitan menghadapi tingkah laku manusia yang tidak menyadari akan pentingnya kebersihan air dan udara.

Peramal 3
Saya adalah peramal dari Bontang, Kalimantan Tengah. Saya meramalkan keadaan masa depan dunia akan semakin tidak harmonis. Tidak harmonis hubungan antar manusia, dan tidak harmonis hubungan antara manusia dah hasil penemuan manusia. Di masa depan dunia, manusia akan semakin ketergantungan dengan benda-benda hasil penemuannya, sehingga manusia akan kurang berinteraksi dengan manusia, sedangkan manusia yang tidak mampu memiliki benda-benda penemuan terbaru, mereka akan merasa tidak nyaman dengan benda kepemilikannya.

Peramal 4
Saya adalah peramal dari Klaten, Jawa Tengah. Saya meramalkan peradaban pada masa depan dunia ini akan semakin memburuk dibandingkan saat sekarang ini. Pada mada depan dunia ini, manusia akan semakin merosot nilai moralnya, yang muda semakin tidak menghormati yang tua, sang murid tidak menghargai sang guru, sang umat tidak menghargai sang pemuka agama.

Peramal 5
Saya adalah peramal dari Godean, Yogyakarta. Saya meramalkan masa depan dunia akan berakhir dengan kehancuran dunia ini, berakhir dengan kemusnahan dunia ini. Kehancuran dan kemusnahan tersebut diakibatkan oleh buruknya tingkah laku manusia terhadap alam dan terhadap sesama manusia. “Tidak ada senjata yang membunuh manusia, tetapi manusialah yang membunuh manusia”.  Kehancuran pada masa depan dunia sebenarnya bisa dihindari hanya dengan memjaga keharmonisan hubungan antar manusia dan antara manusia dengan alam. Seandainya setiap individu manusia menghormati individu lainnya, setiap keluaga menghormati keluaga lainnya, setiap negara menghormati negara lainnya, maka tidak akan terjadi peperangan, tidak akan terjadi tindakan kriminal di muka bumi ini.

Peramal 6
Saya adalah peramal dari Tegalrejo, Yogyakarta. Saya bisa meramalkan bahwa masa depan dunia akan semakin membaik dari keadaan sekarang ini. Dari segi kelestarian alam, segi moral manusia dan dari segi perkembangan teknologi. Akan membaik dari segi kelestarian alam dapat terlihat bahwa semakin banyak negara-negara yang telah menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, dengan banyak diadakannya konferensi-konferensi tentang kelestarian habitan hutan, kelestarian habitat laut, semakin banyak penelitian tentang cara terbaik dalam menanggulangi sampah dan lain sebagainya. Bila dari segi moral manusia, moral manusia pada masa depan dunia akan semakin membaik, ramalan tersebut didasari pada banyaknya konferensi-konferensi tentang HIV/AIDS sekarang ini, semakin banyak lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang pendampingan terhadap penyakit masyarakat. Bila dari segi perkembangan teknologi, masa depan dunia akan dipenuhi dengan benda-benda penemuan baru dari hasil karya manusia, manusia semakin pandai dalam menemukan benda-benda baru yang sekiranya dapat membantu kemudahan kehidupan manusia.

Peramal 7
Saya adalah peramal dari Kediri, Jawa Timur. Saya dapat meramalkan masa depan dunia akan mengalami kemajuan pesat di bidang teknologi. Pada masa depan dunia, manusia akan semakin berlomba-lomba dalam menemukan benda dengan teknologi terbaru. Manusia pada masa depan dunia akan semakin konsumtif dengan benda-benda dengan teknologi yang semakin mutakhir, manusia akan berusaha memiliki benda-benda dengan terknologi mutakhir untuk menjaga eksistensinya terhadap lingkungannya. Manusia pada masa depan dunia akan semakin menurut tingkat empatinya terhadap sesama manusia, mereka akan lupa akan asal usul mereka. Dengan perkembangan di bidang teknologi, manusia akan semakin banyak melakukan penelitian di berbagai bidang.

Peramal 8
Saya adalah peramal dari Kebumen, Jawa tengah. Saya dapat meramalkan masa depan dunia akan terjadi persaingan yang semakin ketat, persaingan untuk mendapatkan apa yang manusia inginkan. Lowongan kerja semakin terbatas sedangkan jumlah penduduk semakin meningkat. Oleh karena itu, manusia pada saat ini harus bersiap menghadapi masa depan dunia yang penuh dengan persaingan, manusia dapat mempersiapkan diri dengan meningkatkan kemampuannya masing-masing.

Peramal 9
Saya adalah peramal dari Surabaya, Jawa Timur. Saya dapat meramalkan masa depan dunia akan terjadi kiamat. Karena saya mempercayai bahwa kiamat itu akan merupakan akhir dari dunia dan itu terjadi di masa depan dunia. Dari segi religi, saya dapat melihat pada saat ini telah terjadi banyak penyimpangan terhadap nilai-nilai sosial manusia, manusia tega membunuh saudaranya sendiri, manusia telah banyak melakukan kesaksian palsu.

Peramal 10
Saya adalah peramal dari Jakarta. Saya dapat meramalkan masa depan dunia akan berakhir dengan kematian pada seluruh makhluk yang bernyawa, karena semua makhluk yang bernyawa pasti akan mati, dan itu terjadi pada masa depan dunia.

Pemilik Kedai Kopi
Sungguh saya mendengarkan perkataan kalian wahai para peramal. Sungguh demikian seramkah masa depan dunia?